Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2013

Surat kepada Menteri Kesehatan

Ibu, ini adalah kali pertama kita berjumpa, melalui surat ini. Bagaimana kabar Ibu di sana? Semoga baik-baik saja. Saya menulis surat ini setelah dikejutkan dengan data dari UNICEF, pada tahun 2010, yang menyebut angka kematian ibu melahirkan masih berkisar 228 per 100.000 kelahiran hidup. Meski sudah menurun namun, laju penurunannya berjalan lambat dalam dekade terakhir. Saya membandingkan dengan negara-negara ASEAN lain sudah   mampu menurunkan angka kematian ibu hingga di bawah 100 per 100.000 kelahiran hidup seperti Malaysia. Namun demikian, saya tahu Ibu dan jajaran di Kementrian Kesehatan telah bekerja keras buktinya, di tahun 1990 angka kematian ibu melahirkan berada di atas angka 600 per 100.000 kelahiran hidup. Kebetulan, tetangga saya merupakan seorang kader Posyandu yang tentu punya peran penting dalam membantu Ibu mewujudkan MDG kelima ini. Di lingkungan tempat tinggal saya, orang kaya dan miskin hidup berdampingan, bercampur menjadi satu komunitas. Tingkat pendid

Sebuah Gerutuan di atas Jalanan

gambar diambil di sini Rambu lalu lintas di depan saya masih menunjukkan angka 98. Meski begitu, suara klakson mulai terdengar tin, tin, tiiiiiiiin. Lampu merah baru saja menyala sepuluh detik lalu. Namun, kendaraan sudah berjejalan. Apalagi, di tiang rambu itu terpasang: belok kiri jalan terus sementara mereka yang hendak lurus sudah memenuhi jalan. Dari belakang, kendaraan yang ingin belok kiri ribut-ribut membunyikan klaksonnya. Yang lain awalnya sabar menunggu namun mendengar kebisingan macam itu menanggapi: dengan membunyikan klakson juga, sahut-menyahut.   Namun demikian, lampu itu tak kunjung berubah jadi hijau meski sudah diklakson berkali-kali. Pun, jalanan tak bertambah lengang. Lalu untuk apa? Jogja tak lagi berhati nyaman. Senja yang turun diam-diam dan perlahan mesti dirusak oleh deru suara mesin. Tak ada lagi waktu untuk melamun dan bersajak saat matahari mulai bersinar atau diam-diam pindah ke belahan bumi lain. Di waktu-waktu romantis, yang menjadi favorit

Perlu Berhenti

Kadang setelah kita lelah berlari, kita jenuh dan berhenti sejenak untuk tau apa rasanya berhenti. Sembari menghitung sudah seberapa jauh langkah kita. Juga bertanya, apakah lari telah membawa tujuan lebih dekat? Atau selama ini, kita hanya berputar-putar pada satu titik hingga lelah dan jenuh. Kadang juga, di titik pemberhentian itu kita jadi belajar menghayati apa saja yang terjadi selama berlari. Mungkin tersendung, mungkin terengah, mungkin melihat pemandangan indah, mungkin bertemu kawan yang setia, atau apa saja. Lalu jadi sempat memaknai mereka semua bukan sebagai kelebatan pandangan semata.  Di titik pemberhentian mungkin juga kita menyadari bahwa selama ini berlari pada arah yang salah sehingga harus putar arah dan tidak bisa melanjutkan perjalanan. Di titik itu, mungkin kita tahu bahwa ada komitmen yang harus diperbaharui, ada komitmen yang baru sama sekali, atau ada juga yang harus ditinggalkan karena tak sejalan dengan tujuan. Kadang hidup bukan saja soal lari

Perempuan Digilas Mimpi Modernitas*

Sejak semula diciptakan, laki-laki bertugas berburu sementara perempuan mengumpulkan. Laki-laki melindungi, sementara perempuan memelihara. Perbedaan tugas sejak awal inilah yang menyebabkan keduanya berevolusi dengan cara yang berbeda hingga kini akibatnya struktur otak keduanya tumbuh dengan cara yang berbeda (Pease dan Pease, 2001).

Surat untuk Kepala Daerah*

Kepada Yth. Ibu Ida Idham Samawi Di Bantul Dengan hormat, Ibu, ini adalah kali pertama kita berjumpa, melalui surat ini. Bagaimana kabar Ibu di sana? Semoga baik-baik saja. Dengan begitu, saya harap Ibu bisa menjalankan amanah sebagai bupati dengan baik. Saya juga berharap Ibu bisa meneruskan pembangunan dan kebijakan Pak Idham yang baik dan memperbaiki yang belum, sebagaimana harapan semua warga Bantul saat memilih Ibu.

Thanks Chels...

Gimana sekolahmu? Is it good enough? Hopefully the answer is yes. Mbak Ayas udah kangen lagi nih sama Chelsea. Kemarin Mbak Ayas kenalan sama dua teman kecil baru, Melisa dan Rayhan. Dua-duanya kelas satu Chel, taun depan Chelsea juga kan? Baru kenal saja mereka berdua langsung minta pangku dan minta didongengi, persis kayak Chelsea kan?   Ah, Chelsea sekarang mana sempet dengerin dongeng Mbak Ayas, kan udah sibuk main   sendiri. (tapi Mbak tau kok itu semua bagian dari proses kamu jadi besar dan dewasa, kan ga selamanya Chelsea jadi adek kecil Mbak Ayas) Kamu tau siapa orang pertama yang bikin Mbak Ayas mau mendongeng? Iya, kamu Chel orangnya. Mbak Ayas masih inget waktu itu bercerita tentang Singa dan Tikus, kita baca bareng-bareng dari majalah kan. Setelah itu, Mbak Ayas mendongeng buat adik-adik di TPA. Mbak Ayas jadi berani mendongeng, bercerita bagi orang lain. Mbak Ayas juga jadi belajar mendongeng dari para pendongeng yang lebih jago. Kapan ketemunya? Pasti

Aku Cinta Indonesia

..."Marilah kita orang-orang Eropa yang puas pada diri kita sendiri menginsafi betul bahwa kita tidak hanya dapat membawa Beethoven, tetapi juga Brigitte Bardot, tidak hanya Shakespeare, tapi juga film gangster (bandit), tidak hanya penisilin, tapi juga senjata api, tidak hanya susu, tapi juga wiski, tidak hanya literatur mulia, tapi juga pornografi paling kotor...." Petikan di atas merupakan bagian dari sejarah kecil yang ditulis Rosihan Anwar mengutip kata Tjalie, seorang Eropa. Keduanya tengah nonton layar tancep porno ketika ia mengucapkan hal tersebut. Lalu, mengapa saya mengutipnya? Karena saya jadi belajar, oh iya ya, budaya Eropa yang gilang gemilang, yang punya demokrasi mapan dengan jaring keamanan sosial yang bagus dan ilmuwan-ilmuwan hebat, bukan hal yang sempurna. Mereka toh adalah orang-orang yang berteriak soal penegakan HAM namun paling gencar melakukan invasi. Mereka kampanye   soal kesejahteraan tapi negara-negara semacam Indonesia tak pernah dibiarkan