Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2019

Lelaki yang sedang patah dan perempuan yang mudah menyerah

Ilustrasi sepi. Adam Jang via Unsplash. Sepasang muda-mudi datang ke kedai kopi sore itu. Setelah memarkirkan motornya, mereka terus masuk untuk memesan kopi. Lalu memilih duduk berhadapan tak jauh dari perdu markisa yang sulurnya menjuntai. Di belakang sang lelaki, ada seorang lelaki dan perempuan berambut pirang nampak serius membicarakan proyek penelitian mereka. Samar-samar terdengar mereka membahas salah satu lokalisasi paling terkenal di Jogja, Sarkem. Gang sempit penuh tempat karaoke, botol bir berjajar dan mindring berlalu-lalang. Tak lama kemudian, kopi pesanan mereka tiba. “Jadi gimana, kamu kerasan?” “Hahaha. Gimana aku bisa nggak kerasan tinggal di Jogja,” jawab sang lelaki. “Kenapa kamu ke Jogja?” “Sekolah kan, apa lagi?” sungutnya tak mau kalah. “Memangnya di sana tak ada sekolah untukmu?” “Aku tadi pasti hanya sedang bermimpi untuk bisa mengalahkanmu berkata-kata ya. Baiklah. Sebenarnya aku ke Jogja untuk memulai beberapa hal yang baru.” “P

Episode 7: Jakarta

Eutah Mizushima via Unsplash Kota kejam kesayangan. Oh, bukan kejam. Jakarta hanya mendidik kita dengan keras. Dalam beberapa kasus mungkin kelewat keras. Di Jakarta, kita bisa merasa apa saja, kesepian hingga ke titik nadir misalnya. Lalu menghabiskan semua waktu untuk bekerja untuk mengusirnya tapi termangu di akhir hari sembari bertanya “sebenarnya ini semua untuk apa?” Bahkan setelah belanja, setelah mabuk, setelah berjam-jam nongkrong di kedai kopi fancy dan jalan-jalan ke tempat paling hits di instagram, ruang kosong dan sepi itu masih menganga. Dan semakin lebar setiap harinya. Menggerogoti hati. Ternyata gaji yang tinggi itu nggak bisa menutupi lubang di hati. Pada sebuah Minggu, di atas KRL dari Stasiun Kemayoran dengan tujuan Stasiun Duren Kalibata rumah-rumah dari asbes berjajar di pinggir rel di seputaran Stasiun Angke, bukan hanya satu dua. Ada banyak. Rumah-rumah itu menghitam jelaga dengan dapur yang menyatu, jemuran yang centang perenang dengan baju-b

Tunggu Sampai Hijau

Ken Wyatt via Unsplash Pagi tadi, lampu merah di Perempatan Kentungan masih tersisa 100 detik lagi sebelum berubah menjadi hijau. Seperti biasa, mataku menjelajah kanan dan kiri, mencari-cari siapa tahu ada baliho baru yang belum sempat kubaca Sabtu kemarin, Jumat kemarin atau delapan puluh sembilan hari yang lalu. Tepat ketika kepalaku menoleh ke kiri. Aku menemukan pemandangan baru di perempatan yang sudah kulewati ke seribu sekian kali. Seorang kakek, badannya agak bungkuk, duduk di kursi plastik hijau sedang dipotong rambutnya oleh seorang perempuan yang kuduga anaknya. Nampak wajah perempuan itu, agak kusut, mulutnya komat-kamit, seperti menggerutu. Rambut kakek berkaos abu-abu kebesaran yang warnanya mulai pudar itu tinggal ditipiskan. Mungkin tak pantas lagi bagi seorang lelaki tua untuk tampil sangar dengan rambut panjang yang awut-awutan. Lampu merah masih menyisakan lima puluh detik lagi. Rambut kakek itu, sudah terpangkas setengahnya. Wajah perempuan itu ma

2018: Tentang Pulang

Jika benang merah perjalanan tahun 2017 lalu adalah pindah, maka benang merah cerita tahun ini adalah pulang. Salah satu harapan yang kusemai akhir tahun lalu adalah menemukan sesuatu yang bisa kukerjakan dengan bangga. Namun, di akhir tahun 2018 ini, ceritaku bukan tentang apakah aku sudah menemukan sesuatu yang bisa kukerjakan dengan bangga. Tapi tentang pulang. Karena ternyata tahun 2018-ku diwarnai cerita-cerita tentang kepulangan. Mereka yang berpulang Bulan Maret , aku menerima sebuah kepulangan yang cukup mengejutkan. Bapak berpulang. Hanya selang seminggu setelah Ibu mengabarkan Bapak demam. Hanya dua hari setelah Hanum mengabarkan Bapak masuk rumah sakit. Hari Sabtu pagi Bapak masih cukup segar untuk menyuruhku takziah ke tetangga depan rumah kami. Lalu Ahad dini harinya, Bapak juga berpulang. Kepulangan yang sangat mengejutkan, bukan hanya karena beliau adalah bapakku –laki-laki paling dekat denganku –namun juga karena Bapak adalah sosok yang sangat sehat, di