Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2013

Thanks Chels...

Gimana sekolahmu? Is it good enough? Hopefully the answer is yes. Mbak Ayas udah kangen lagi nih sama Chelsea. Kemarin Mbak Ayas kenalan sama dua teman kecil baru, Melisa dan Rayhan. Dua-duanya kelas satu Chel, taun depan Chelsea juga kan? Baru kenal saja mereka berdua langsung minta pangku dan minta didongengi, persis kayak Chelsea kan?   Ah, Chelsea sekarang mana sempet dengerin dongeng Mbak Ayas, kan udah sibuk main   sendiri. (tapi Mbak tau kok itu semua bagian dari proses kamu jadi besar dan dewasa, kan ga selamanya Chelsea jadi adek kecil Mbak Ayas) Kamu tau siapa orang pertama yang bikin Mbak Ayas mau mendongeng? Iya, kamu Chel orangnya. Mbak Ayas masih inget waktu itu bercerita tentang Singa dan Tikus, kita baca bareng-bareng dari majalah kan. Setelah itu, Mbak Ayas mendongeng buat adik-adik di TPA. Mbak Ayas jadi berani mendongeng, bercerita bagi orang lain. Mbak Ayas juga jadi belajar mendongeng dari para pendongeng yang lebih jago. Kapan ketemunya? Pasti

Aku Cinta Indonesia

..."Marilah kita orang-orang Eropa yang puas pada diri kita sendiri menginsafi betul bahwa kita tidak hanya dapat membawa Beethoven, tetapi juga Brigitte Bardot, tidak hanya Shakespeare, tapi juga film gangster (bandit), tidak hanya penisilin, tapi juga senjata api, tidak hanya susu, tapi juga wiski, tidak hanya literatur mulia, tapi juga pornografi paling kotor...." Petikan di atas merupakan bagian dari sejarah kecil yang ditulis Rosihan Anwar mengutip kata Tjalie, seorang Eropa. Keduanya tengah nonton layar tancep porno ketika ia mengucapkan hal tersebut. Lalu, mengapa saya mengutipnya? Karena saya jadi belajar, oh iya ya, budaya Eropa yang gilang gemilang, yang punya demokrasi mapan dengan jaring keamanan sosial yang bagus dan ilmuwan-ilmuwan hebat, bukan hal yang sempurna. Mereka toh adalah orang-orang yang berteriak soal penegakan HAM namun paling gencar melakukan invasi. Mereka kampanye   soal kesejahteraan tapi negara-negara semacam Indonesia tak pernah dibiarkan