Langsung ke konten utama

Dana Darurat, Penting Nggak?

source: freepik



Barusan banget, IG stories walking dari akun @annisast ke @andaws, mereka berdua lagi membicarakan soal dana darurat. Terus aku juga mau cerita-cerita bagaimana perjuanganku sendiri tersadar akan pentingnya mengatur kehidupan finansialku hingga punya dana darurat.

Dana darurat adalah dana yang kita siapkan jika sewaktu-waktu kita mengalami kejadian darurat yang membuat kita tidak bisa bekerja. Selain itu, ketersediaan dana darurat juga bikin hidup lebih tenang karena nggak hidup dari satu gajian ke gajian berikutnya. Besarnya dana darurat sangat bervariasi tergantung dari individu masing-masing, utamanya dihitung dari pengeluaran bulanan dan jumlah tanggungan. Biasanya kalau masih single minimal dana darurat yang harus disiapkan sebesar 3x pengeluaran bulanan, sudah menikah belum punya anak 6x pengeluaran bulanan, dan seterusnya. Tapi misal masih single dan mau nabung dana darurat untuk 6x pengeluaran bulanan juga boleh aja.

Aku agak lupa sih kapan mulai sadar pentingnya mengatur pengeluaran, menata tabungan-tabungan, belajar investasi dan hal-hal lain yang terkait dengan itu. Tapi aku sudah mulai sadar pentingnya menabung dan berhemat sih dari kecil kayaknya. Meskipun kemampuan disiplin diriku terkait waktu lumayan mengenaskan tapi soal finansial aku cukup bisa disiplin. Minimal nggak pernah sampai punya pengeluaran yang lebih besar dari pendapatan, bahkan saat tetiba harus pindah kontrakan dan harus beli perabotan rumah alhamdulillah nggak minta uang orang tua (ya kali... udah merantau pula masih minta) atau utang. Pokoknya suatu hari aku sadar aja kalau aku kerja di start up company yang nggak stabil kondisi cashflownya maka ya keuangan pribadiku harus diamankan in case ada apa-apa sama kantor. Mungkin akan beda cerita kalau sejak awal aku kerja di BUMN atau jadi PNS gitu, merasa segala hal sudah pasti mungkin aku bisa lebih careless dengan kebutuhan dana darurat ini. Bagaimana dengan pekerja lepas? Ya disiapkan aja, dihitung dari pengeluaran per bulan. Mungkin pendapatan bisa nggak tetap ya tapi pengeluaran harus ditetapkan seberapa sih kebutuhan minimal kita. Menurutku, makin nggak pasti kerjanya, makin penting untuk menyiapkan dana darurat.

Mengumpulkan dana sejumlah 3x pengeluaran bulanan itu nggak mudah lho ternyata, apalagi kalau udah punya anak ya. Makin nggak kebayang. Mumpung belum punya, kebiasaan baik macam menyisihkan uang tabungan ini perlu dipupuk sih menurutku, mengingat kalau udah punya anak tuh kejar-kejaran banget segala anggaran kan, dana melahirkan, dana pendidikan, dana beli rumah, dana beli mobil, dana tabungan haji, macem-macem lah ya. Tapi bisa kok, asal ada kebiasaan baik mau kerja dan menyisihkan uang hasil kerjanya. Jadi mengumpulkan dana darurat ini pelan-pelan aja sesuaikan dengan ritme kita, misal ada tanggungan keluarga ya nggak usah ngoyo 50% pemasukan dimasukkan ke pos dana darurat, santai aja 10% pemasukan juga nggak masalah, lama-lama juga terkumpul kok asal disiplin. Dana ini langsung ditarik begitu terima gaji dan diungsikan ke rekening yang berbeda dengan rekening untuk operasional ya. Membuat anggaran juga penting sih untuk set limit kita dan belajar menentukan prioritas dan disiplin juga kan.

Punya dana darurat menurutku sih penting banget ya. Selain karena memang tempat kerjaku ya perusahaan swasta biasa yang bisa terjadi apa saja, kemarin pas dengan agak impulsif memutuskan resign lalu nganggur lima bulanan kerasa banget manfaat dana darurat. Nganggur tapi ayem gitu rasanya, nggak buru-buru harus cari tempat baru, bisa menenangkan diri dulu, bisa mikir lebih tenang juga. Karena cari tempat kerja tu buatku termasuk salah satu bentuk self love.

Disimpan dalam bentuk apa?  Kalau aku sendiri, aku simpan dalam bentuk deposito syariah. Karena masih lumayan likuid kalau sewaktu-waktu mau diambil bisa, terus nggak perlu simpan sendiri seperti misalnya kubelikan logam mulia gitu kan agak deg-degan ya kalau simpan di rumah, dan dengan deposito uangnya juga nggak habis-habis amat digerogoti inflasi. Penyimpanan ini bebas sih mau pilih instrumen apa, yang penting cukup likuid aja sih supaya kalau ada apa-apa ya gampang mencairkan uangnya kan.

Kalau kamu gimana, sudah siap dana darurat kah?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seleksi Asisten Editor Kompas-Gramedia: Tahap I

Selesai seleksi di Bisnis Indonesia, aku pulang ke Jogja hari Selasa keesokan harinya. Lagi-lagi, aku nebeng untuk pulang. Jadi, aku pulang ke Jogja motoran. Sudah agak lama nggak menempuh Jogja-Ungaran motoran, lumayan pegel juga ternyata. Apalagi sehari sebelumnya cukup ngos-ngosan juga, motoran Semarang-Ungaran bolak-balik, liputan, menulis 4 tulisan dalam waktu nggak sampai 3 jam. Ditambah lagi, perjalanan Ungaran-Jogja selama 3 jam di atas motor. Semua itu cukup membuatku lelah dan langsung tidur sesampainya di Jogja. Bangun dari tidur ada sms dari HotNews. Yang kuabaikan, halah paling sms gaje gosip artis dari indosat. Pas ngecek email ternyata ada panggilan psikotes dan tes bidang dari Kompas-Gramedia untuk posisi asisten editor. HotNews itu ternyata dari KPG memberitahukan panggilan peikotes dan tes bidang. Terus terang aku kaget tapi seneng. Kaget karena tes akan diselenggarakan hari Kamis, tanggal 10 Agustus jam 8.00 di Jakarta. Kaget karena ada banyak berkas

[Travel] Berburu Senja di Anyer

Perjalanan ke Anyer dari Jakarta bisa dikatakan perjalanan jauh. Apalagi jika naik kendaraan umum, seperti kami. Bagiku, piknik ke Anyer ini adalah piknik paling simpel, paling tanpa fafifu langsung berangkat.  Dari atas Pantai Karang Bolong Kami berangkat Sabtu pagi, dari Jakarta, naik KRL dari stasiun Tanahabang hingga Rangkasbitung seharga 8000 rupiah. Beberapa blog bercerita kalau ada kereta lokal Tanahabang-Merak namun menurut petugas di Stasiun Tanahabang sudah tidak ada KA Lokal tersebut. Perjalanan Stasiun Tanahabang-Rangkasbitung sekitar 2 jam. Sesampainya di Rangkasbitung, lanjut KA Lokal Rangkasbitung-Merak, harga tiketnya 3000 rupiah saja. Nah, untuk ke Anyer, paling enak turun di stasiun kecil bernama Krenceng. Perjalanan Rangkasbitung-Krenceng juga sekitar 2 jam. Jadwal keretanya silakan googling saja. Angkot silver Krenceng-Labuan PP Sesampainya di Stasiun Krenceng, keluar lalu naik angkot silver tujuan Labuan. Pantai-pantai di Anyer bisa dijangkau deng

Angka-angka dan pencapaian

Photo by Kiki Siepel on Unsplash Ide tulisan ini awalnya terinspirasi dari Mbak Puty dan postingan Ko Edward .   Membaca kedua tulisan itu, membuatku berefleksi pada hubunganku dan angka-angka serta pencapaian.   Aku, jujur aja takut sekali dengan parameter kesuksesan berupa angka. Si anak marketing yang takut melihat target angka. Sebuah ironi yang tidak pada tempatnya.   Hal itu bukan hanya target terkait pekerjaan namun juga terkait dengan kehidupan personal. Aku takut melihat angka di timbangan, tidak pernah berani mematok ingin memiliki berapa banyak penghasilan, tidak berani menarget angka yang terlalu besar untuk tabungan, tidak berani mematok target tanggal pernikahan meskipun membaca banyak testimoni yang bilang sukses menerapkan strategi ini ahahaha (iya, menikah masih jadi salah satu hal dalam bucket list -ku). Dan daftarnya bisa kuteruskan panjang sekali tapi nggak perlu, karena too much information dan akan jadi kalimat yang terlalu panjang.   Tapi hidup