Langsung ke konten utama

Ringkasan Perpindahan-perpindahan di Tahun 2017

Tahun 2017, secara garis besar masih sama seperti tahun lalu. Temanya masih pindah. Kalau tahun lalu, perpindahan dimulai dari resign dari pekerjaan parttime di awal tahun. Lalu, pindah dari status mahasiswa jadi pengangguran lalu jadi pekerja. Pindah-pindah dari satu freelance satu ke freelance yang lain. Hingga di akhir tahun, dapat perkerjaan yang bikin jalan-jalan ke 5 kabupaten selama sekitar 3 bulan.



Awal tahun, punya pekerjaan baru. Pindah habitat, dari Jogja ke Jakarta. Beradaptasi hingga akhirnya harus berdamai pada banyak sekali hal baru. Berdamai hidup sendiri. Berdamai dengan lingkungan baru yang sama sekali asing. Dan mungkin yang paling berat, berdamai dengan masalah-masalah baru yang sebelumnya seakan tidak pernah ada.

Pindah dari Jogja ke Jakarta adalah satu hal. Pindah dari sekamar sendiri jadi sekamar kos berdua adalah hal lain. Lalu pindah ke kontrakan dengan 4 orang di dalamnya adalah hal yang lain lagi.

Soal kerjaan, meski ada di satu perusahaan yang sama tapi posisi dan peran juga pindah-pindah. Mencari yang paling fit untuku dan paling menguntungkan bagi perusahaan, mungkin. Dan entahlah, sampai sekarang masih terasa mengganjal.

Pindah yang paling berat tahun ini mungkin adalah pindah ke kontrakan. Mulai dari barang bawaan yang lebih banyak dibanding ketika pindahan Jogja-Jakarta, artinya harus usung-usung lebih heboh. Ditambah kontrakan baru ada di lantai dua dengan tangga putar super sempit. Lalu, persiapan beli perkakas mulai dari beli kasur hingga piring, tak akan terlupakan lah menyusun lemari portable selama 3 jam dengan penuh emosi dan beberapa kata kasar saking frustasinya. Hingga menyesuaikan diri, memahami, dan berdamai dengan keadaan yang sharing dengan 3 orang lain. Sampai akhirnya, insyaAllah sekarang sudah nyaman.

Yang paling menyenangkan tahun ini lebih banyak piknik. Sebagian besar hanya di Jakarta-Banten, sempat juga Semarang-Kudus sekalian kondangan, ke Baduy di tengah tahun. Lalu ke Anyer di akhir tahun. Sisanya mengunjungi ikon-ikon Jakarta, seperti Monas, Kota Tua, Ragunan sekalian sepedaaan, Museum Bahari, Pecinan Glodok, Wisata Mangrove, atau muter-muter Kebun Raya Bogor dan kulineran di Gang Aut. Selebihnya ngemall, minimal window shopping, sekadar makan, nonton atau ke Carrefour.

Tahun ini, seperti juga tahun lalu masih bertema pindah. Mungkin karena dua tahun ini aku masih berjuang di ambang quarter life crisis yang rasanya nggak kelar-kelar. Mungkin begini rasanya perjalanan menuju mapan. Tapi kapan mapannya? Nggak yakin juga sih kapan. Karena masih manusia, masih selalu merasa kurang, masih selalu harus berubah karena keinginan atau paksaan keadaan. Selamanya hidup adalah perjalanan nggak sih. Dan sebenarnya dari tahun ke tahun akan ada selalu perpindahan. Ya gitu aja temanya selama hidup: pindah dan berjalan. Kalau bisa menikmati, jadinya life is a beautiful ride. Kayak tulisan di totebag kesayanganku.



Jika perjalanan itu mengantar kita pada tanjakan-tanjakan yang bikin ngos-ngosan mendakinya, kita tahu bahwa di atas sana ada pemandangan yang worth the effort. Sementara di atas, jangan terlalu asik, simpan juga tenaga, antisipasi jalan turun yang mungkin bergelombang dan menggelincirkan. Bila sampai pada turunan yang membuat kita jatuh, kita tahu bahwa turunan itu nggak selamanya. Kita akan bangkit dan jalan lagi. Ketemu tanjakan, ngos-ngosan, menikmati rasanya di atas, jalan lagi, mungkin jatuh, mungkin mendaki lagi. Gitu terus.

Akhirnya, semoga di tahun 2018 aku bisa menemukan sesuatu untuk kukerjakan dan aku bangga dengan itu. Semoga kalian juga ya.

Komentar

Posting Komentar

Terima kasih sudah mampir dan berkenan membaca hingga sini. Silakan tinggalkan komentar :)

Postingan populer dari blog ini

Seleksi Asisten Editor Kompas-Gramedia: Tahap I

Selesai seleksi di Bisnis Indonesia, aku pulang ke Jogja hari Selasa keesokan harinya. Lagi-lagi, aku nebeng untuk pulang. Jadi, aku pulang ke Jogja motoran. Sudah agak lama nggak menempuh Jogja-Ungaran motoran, lumayan pegel juga ternyata. Apalagi sehari sebelumnya cukup ngos-ngosan juga, motoran Semarang-Ungaran bolak-balik, liputan, menulis 4 tulisan dalam waktu nggak sampai 3 jam. Ditambah lagi, perjalanan Ungaran-Jogja selama 3 jam di atas motor. Semua itu cukup membuatku lelah dan langsung tidur sesampainya di Jogja. Bangun dari tidur ada sms dari HotNews. Yang kuabaikan, halah paling sms gaje gosip artis dari indosat. Pas ngecek email ternyata ada panggilan psikotes dan tes bidang dari Kompas-Gramedia untuk posisi asisten editor. HotNews itu ternyata dari KPG memberitahukan panggilan peikotes dan tes bidang. Terus terang aku kaget tapi seneng. Kaget karena tes akan diselenggarakan hari Kamis, tanggal 10 Agustus jam 8.00 di Jakarta. Kaget karena ada banyak berkas

[Travel] Berburu Senja di Anyer

Perjalanan ke Anyer dari Jakarta bisa dikatakan perjalanan jauh. Apalagi jika naik kendaraan umum, seperti kami. Bagiku, piknik ke Anyer ini adalah piknik paling simpel, paling tanpa fafifu langsung berangkat.  Dari atas Pantai Karang Bolong Kami berangkat Sabtu pagi, dari Jakarta, naik KRL dari stasiun Tanahabang hingga Rangkasbitung seharga 8000 rupiah. Beberapa blog bercerita kalau ada kereta lokal Tanahabang-Merak namun menurut petugas di Stasiun Tanahabang sudah tidak ada KA Lokal tersebut. Perjalanan Stasiun Tanahabang-Rangkasbitung sekitar 2 jam. Sesampainya di Rangkasbitung, lanjut KA Lokal Rangkasbitung-Merak, harga tiketnya 3000 rupiah saja. Nah, untuk ke Anyer, paling enak turun di stasiun kecil bernama Krenceng. Perjalanan Rangkasbitung-Krenceng juga sekitar 2 jam. Jadwal keretanya silakan googling saja. Angkot silver Krenceng-Labuan PP Sesampainya di Stasiun Krenceng, keluar lalu naik angkot silver tujuan Labuan. Pantai-pantai di Anyer bisa dijangkau deng

Angka-angka dan pencapaian

Photo by Kiki Siepel on Unsplash Ide tulisan ini awalnya terinspirasi dari Mbak Puty dan postingan Ko Edward .   Membaca kedua tulisan itu, membuatku berefleksi pada hubunganku dan angka-angka serta pencapaian.   Aku, jujur aja takut sekali dengan parameter kesuksesan berupa angka. Si anak marketing yang takut melihat target angka. Sebuah ironi yang tidak pada tempatnya.   Hal itu bukan hanya target terkait pekerjaan namun juga terkait dengan kehidupan personal. Aku takut melihat angka di timbangan, tidak pernah berani mematok ingin memiliki berapa banyak penghasilan, tidak berani menarget angka yang terlalu besar untuk tabungan, tidak berani mematok target tanggal pernikahan meskipun membaca banyak testimoni yang bilang sukses menerapkan strategi ini ahahaha (iya, menikah masih jadi salah satu hal dalam bucket list -ku). Dan daftarnya bisa kuteruskan panjang sekali tapi nggak perlu, karena too much information dan akan jadi kalimat yang terlalu panjang.   Tapi hidup