Langsung ke konten utama

(Jangan) Menyerah

Source:pixabay




Dulu, aku adalah orang yang akan berusaha mempertahankan apa yang ada di genggamanku erat-erat. Tak ada kata menyerah dalam hidupku. Apa yang aku inginkan, harus kudapatkan. Bagaimana pun caranya, seperti apapun berdarah-darahnya aku akan perjuangakan.

Tapi itu dulu. Ketika pemahaman telah bertambah, ketika hidup mulai terasa semakin berat dengan cara seperti itu maka aku memilih untuk memasrahkan banyak hal dalam hidupku ke tangan-Nya. Aku jauh lebih selo, memandang hidup.

Tapi ya ujian berjalan terus. Ada kalanya sesuatu yang ingin kugenggam tapi ternyata memang sepertinya bukan rejeki.

Seperti sekarang. Ada hal yang ingin kugenggam, kupertahanan, karena aku butuh. Tapi susah, susah sekali. Rasanya, hal ini memang bukan sesuatu yang ditakdirkan untuk pas di genggamanku. Ada banyak saat ketika aku mati-matian meyakinkan diriku sendiri bahwa it’s ok to feel not ok. Aku menepis perasaan tidak nyaman, mengingkari firasatku, dan berusah terus belajar supaya bisa fit to this thing. Tapi akhirnya, aku tahu aku tidak bisa finish di garis yang sama dengan mereka yang memulai bersamaku. I really have tried hard.

Hingga aku menarik kesimpulan: mungkin nggak apa-apa menyerah. Jika memang sesuatu itu bukan untuk kita maka sudah menyerah saja. Daripada jerih payahmu tidak dihargai. Daripada menekan harga dirimu ke titik nadir. Ya, simply karena memang aku tidak ditakdirkan untuk bisa segala hal. Dan hal ini mungkin memang salah satu yang bukan untukku, untuk kugenggam.

Mungkin, aku memang tidak boleh lelah dan menyerah untuk menemukan alasan aku hidup dan diciptakan. Itu yang tidak boleh menyerah. Namun, jika di jalan menuju ke sana, ada hal-hal yang aku tahu bukan untukku maka aku harus ikhlas untuk menyerah. Bukan karena usaha kita kurang, atau kita nggak pantas atau bodoh lantas merasa tidak berharga.

Sebuah paragraf di Linimasa ini mungkin bisa menyemangati kita yang sedang ada di titik itu. Padahal, sesekali kita perlu juga bilang “you’re good enough”. You have done great enough. You have achieved enough. Kalah dan mengalah itu bukan masalah. Menyerah itu hak. Karena tidak semua orang harus menjadi juara. Tidak semua orang harus menjadi legenda. Tidak semua orang harus menjadi Mohammad Ali. You are just great as anyone else.

Dan ya memang kita tidak ditakdirkan untuk menguasai segala hal. Sebuah pentas tak akan sukses jika semua pemeran memaksakan diri jadi pemeran utama. Terima peran dan porsi kita dalam sandiwara kehidupan ini dan bersyukur. Tak selamanya jangan menyerah itu baik. Serahkan apa-apa yang memang bukan untuk kita. Serahkan apa-apa yang memang bukan bagian kita. Jangan memaksakan diri untuk apa pun apalagi yang akan menyakiti diri sendiri.

Selamat berjuang, aku dan kamu semua. Cheers!


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seleksi Asisten Editor Kompas-Gramedia: Tahap I

Selesai seleksi di Bisnis Indonesia, aku pulang ke Jogja hari Selasa keesokan harinya. Lagi-lagi, aku nebeng untuk pulang. Jadi, aku pulang ke Jogja motoran. Sudah agak lama nggak menempuh Jogja-Ungaran motoran, lumayan pegel juga ternyata. Apalagi sehari sebelumnya cukup ngos-ngosan juga, motoran Semarang-Ungaran bolak-balik, liputan, menulis 4 tulisan dalam waktu nggak sampai 3 jam. Ditambah lagi, perjalanan Ungaran-Jogja selama 3 jam di atas motor. Semua itu cukup membuatku lelah dan langsung tidur sesampainya di Jogja. Bangun dari tidur ada sms dari HotNews. Yang kuabaikan, halah paling sms gaje gosip artis dari indosat. Pas ngecek email ternyata ada panggilan psikotes dan tes bidang dari Kompas-Gramedia untuk posisi asisten editor. HotNews itu ternyata dari KPG memberitahukan panggilan peikotes dan tes bidang. Terus terang aku kaget tapi seneng. Kaget karena tes akan diselenggarakan hari Kamis, tanggal 10 Agustus jam 8.00 di Jakarta. Kaget karena ada banyak berkas ...

[Travel] Berburu Senja di Anyer

Perjalanan ke Anyer dari Jakarta bisa dikatakan perjalanan jauh. Apalagi jika naik kendaraan umum, seperti kami. Bagiku, piknik ke Anyer ini adalah piknik paling simpel, paling tanpa fafifu langsung berangkat.  Dari atas Pantai Karang Bolong Kami berangkat Sabtu pagi, dari Jakarta, naik KRL dari stasiun Tanahabang hingga Rangkasbitung seharga 8000 rupiah. Beberapa blog bercerita kalau ada kereta lokal Tanahabang-Merak namun menurut petugas di Stasiun Tanahabang sudah tidak ada KA Lokal tersebut. Perjalanan Stasiun Tanahabang-Rangkasbitung sekitar 2 jam. Sesampainya di Rangkasbitung, lanjut KA Lokal Rangkasbitung-Merak, harga tiketnya 3000 rupiah saja. Nah, untuk ke Anyer, paling enak turun di stasiun kecil bernama Krenceng. Perjalanan Rangkasbitung-Krenceng juga sekitar 2 jam. Jadwal keretanya silakan googling saja. Angkot silver Krenceng-Labuan PP Sesampainya di Stasiun Krenceng, keluar lalu naik angkot silver tujuan Labuan. Pantai-pantai di Anyer bisa dijangkau ...

Stand Up Comedy: Menertawakan Diri Sendiri*

Ia anak rumahan. Meski aktif di sebuah unit kegiatan mahasiswa, perputaran kehidupannya memang lebih banyak di rumah. Dari umur empat puluh hari hinggga kini lebih dari 20 tahun, ia tinggal di rumah. Di dalam rumah, tak ada banyak identitas yang bisa ditemui. Ditambah lagi, ia tinggal di desa yang punya komposisi nyaris homogen, semua penduduknya Islam dan Jawa. Kampus hanyalah tempat singgah apalagi belakangan UGM lebih banyak didominasi mahasiswa Pulau Jawa. Di kelasnya, hampir separuh mahasiswa, adalah penduduk DIY dan Jateng. Media, bagaimana pun adalah arena kontestasi, termasuk di dalamnya mempertentangkan identitas sebagai bagian dari kekuasaan. Di televisi, olok-olok pada mereka yang punya logat kental Ngapak dimulai, juga pada mereka yang Madura, Batak, dan stigmatisasi pada mereka yang berkulit gelap dari belahan Indonesia Timur. Termasuk stigmatisasi pada para difabel. Suatu malam, yang saya lupa tepatnya, dalam sinetron Tukang Bubur Naik Haji seorang pemeran denga...