Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2014

Merawat Budaya, Mengawetkan Pengalaman*

Sudah tiga abad Giriloyomenekuni usaha batik tulis. Regenerasi awalnya dilakukan mengalir saja. Kini, pemerintah mulai menaruh perhatian. Seorang perempuan berjilbab coklat dan baju dengan warna senada sedang sibuk meniupi canting . Usianya sekitar 40 tahun. Di hadapnya kain putih dengan berbagai motif batif batik terbentang. I a mengisi motif truntum dengan titik-titik di atas kain sepanjang satu meter itu. Beberapa motif yang lain telah selesai. Namanya Imaroh. Bersamanya, tujuh perempuan lain juga tengah membatik. Mereka duduk di atas dingklik kecil, melingkar. Di depannya, kain putih membentang, kompor dan wajan kecil tempat malam dilelehkan. Mereka tergabung dalam Kelompok Batik Sri Kuncoro . Selain Sri Kuncoro terdapat empat belas kelompok pengrajin lain di Desa Wukirsari, Imogiri, Bantul. Mereka tersebar di tiga dusun yaitu Giriloyo, Cengkehan, dan Karang Kulon.”Terdapat 600 kepala keluarga yang menjadi pengrajin batik tulis,” tutur Nur Ahmadi, ketua paguyuban kelomp...

JTM 16: Kenang-kenangan #3 #latepost

                 Rasanya antusias sekali memulai tulisan ini. Ini adalah penutup rangkaian tulisan seputar KKN yang saya janjikan terdahulu. Sebuah ode, didedikasikan untuk 24 orang luar biasa yang menemani saya selama dua bulan luar biasa di Pangpajung. Selamat Lebaran dari keluarga besar JTM 16 (fdalam foto ini kurang Tyo dan Yudith yang keduanya pulang kampung ke Sidoarjo)                 Pertama, terima kasih dan puji syukur kepada Allah SWT yang menempatkan saya bersama mereka semua. Tanpa takdir-Nya yang luar biasa, menjodohkan kami semua maka kisah indah ini tak akan pernah terjadi. Tanpa sifat kasih sayang-Nya yang diteteskan pada hati masing-masing kami, tidak akan mungkin kami bisa saling menerima kurang dan lebihnya masing-masing pribadi yang baru sama sekali dan hidup bersama dalam harmoni selama dua bulan.       ...

JTM 16: Kepemimpinan Pak Timuna #2 #latepost

Pertama bertemu beliau tanggal 11 Agustus 2014 untuk sosialisasi. Rumah beliau kami datangi pertama kali. Posturnya tidak terlalu tinggi, hanya lebih tinggi sedikit dari saya. Kulitnya hitam, tanda sering terbakar matahari karena memang beliau biasa melaut dan bertani. Wajahnya tegas namun senyumnya membatalkan kesan seramnya. Senyum adalah perhiasan di wajah yang mulai keriput itu. Beliau adalah kepala dusun Gumong, sub unit tempat saya bertugas. Di Madura, kepala dususn disebut apel [i] . Namanya Pak Timuna. Nah, soal nama ini menarik dan sempat membuat bingung. Jadi begini ceritanya, di akhir pertemuan siang itu, kami meminta tanda tangan pak Timuna atau akrab dipanggil Pak Na, setelah tanda tangan beliau menuliskan namanya. Di situ tertera, Asik. Bingunglah kami, namanya Pak Timuna atau Pak Asik sih? Usut punya usut, di Madura, setelah seorang laki-laki menjadi ayah ia akan menggunakan nama anak pertamanya. Seperti Pak Asik ini, nama anak pertama beliau Timuna maka bergantilah ...

JTM 16: Dunia Anak-anak #1 #latepost

Pak Rohman sibuk memanggil kami, menunjukkan sesuatu. Ada kehebohan kecil setelahnya. Apa pasal? Rembulan sedang mekar, bulat sempurna menjadi penerang di langit Pangpajung yang gelap, minim polusi cahaya. Selanjutnya, lantunan tasbih terdengar. Subhanallah, Maha Suci Allah yang menciptakan keindahan itu. Hari ini, rembulan sedang purnama, mekar penuh, membuat langit Jogja terang. Kita masih memandang bulan yang sama, sayangnya, dari bingkai jendela yang berjauhan. Di Jogja, pesona purnama tak seberapa, kalah terang dengan videotron yang menjamuri kota. *** Kisah KKN kami tidak akan pernah habis digali meski laporan formal setebal 20 halaman menjadi penanda selesainya cerita. Tapi laporan itu, yang susah payah diunggah ke laman LPPM UGM, tidak memuat semua cerita dalam KKN lalu. Lalu tulisan ini saya hadirkan. Saya niatkan menjadi prasasti kebersamaan. Katanya, verba volant scripta manent , yang hanya dilisankan akan kabur bersama selesainya nafas terbawa angin, sementara ...