Bapak berpulang sudah 11 hari ketika tulisan ini pertama kali diketik. Meski Hanum dan beberapa saudara sudah jauh-jauh hari mengabadikan perasaan mereka kehilangan Bapak dalam tulisan tapi aku baru sanggup sekarang. Mengakui kenyataan: Bapak telah berpulang ke sebenar-benarnya rumah. Beberapa hari lalu, aku masih berharap bangun dengan mendapati whatsapp dari Bapak “ Yas, tangi. Salat dhisik .” Tapi ternyata hal itu tidak pernah terjadi. Beberapa hari kemarin, aku bangun dengan mendapati ibu yang menangis, dilanjutkan dengan malam-malam yang menyebut nama Bapak dalam tahlil bersama tetangga dan saudara terdekat. Secepat ini aku menahlilkan Bapak, mengirim Yasin pada Bapak. Tapi ya sudah. Bapak sudah sehat, tenang dan bahagia di sana. Berjalan setapak lebih dekat kebahagiaan terbesarnya: bertemu Allah dan Baginda Rasul Muhammad SAW. Yang bisa kulakukan sekarang adalah mendukung perjalanan Bapak pada kebahagiaan tersebut: mendoakan beliau, sesering dan sebaik mungkin. Soal k...