Aku berangkat ke baduy dengan satu harapan: belajar merasa cukup. Hidup di Jakarta selama beberapa bulan saja rasanya sudah cukup membuatku overwhelmed dengan berbagai ambisi, perasaan insecure, dan selalu merasa kurang. Ibarat motor, hidup di Jakarta rasanya selalu berada dalam posisi gigi empat. Kecepatan penuh. Dan, kadang membuatku lupa bahwa ada gigi satu, dua dan tiga yang lebih lambat dan agaknya lebih menjamin untuk bisa menikmati perjalanan. Jeleknya lagi, rasanya laju perjalananku seperti autopilot padahal sebagaimana aku mengendarai motor, kendalinya ada padaku, selalu padaku. *** Pagi itu, kami tiba di Stasiun Tanah Abang sekitar pukul 7.15. Sedikit lebih cepat dari waktu perjanjian. Seperti biasa, Stasiun Tanah Abang ramai, penuh sesak manusia. Mungkin, stasiun ini adalah yang paling ramai dari seluruh stasiun KRL yang pernah kusinggahi. Sesampainya di stasiun, aku segera ingin ke ATM. Namun sayang, mesin ATM yang ingin kukunjungi sedang diisi ulang. Semen...